Friday, April 23, 2010

Lebih Waspada kepada yang namanya "agen"

Agen apapun itu pasti sudah banyak sekali di sekitar kita. Mulai dari agen PRT, tiket bis, pesawat, kapal, makelar produk sampai pengurusan dokumen seperti KTP, SIM, STNK, BPKB, akte kelahiran, peijinan rumah, perusahaan dll . Untuk agen yang bekerja memproses dokumen milik pribadi biasanya hanya berupa agen yang bersifat invidual dengan kata lain "calo". Sedangkan untuk yang kelasnya perusahaan bisa dalam bentuk badan atau lembaga resmi. Seringkali di sini ketemu dengan orang yang kerjaan sambilannya ngurusin dokumen seperti notaris atau pegawai pemerintah yang mendirikan sebuah agen resmi. Yah, apapun istilahnya pada dasarnya agen itu produknya adalah jasa. Untuk mendapatkan jasa dari orang lain, agen harus pintar dulu merayu si orang itu untuk menggunakan jasa mereka. Tidak heran jika sepertinya lebih banyak pegawai agen yang perempuan daripada laki-laki, karena lebih "luwes" katanya.
Kenapa sih saya repot-repot menulis soal agen di sini? Terus terang, jadi sensi banget kalo dengar kata "agen". Karena baru-baru ini saya "dikerjai" agen untuk mengurus dokumen perijinan tenaga kerja asing (visa telex). Agen ini referensi dari manager saya yang sudah mengenalnya selama kurang lebih 7 tahun, meskipun bekerja jarak jauh Semarang-Jakarta, ini agen bisa dihandalkan dan dipercaya. Tetapi tidak untuk tahun ini. Proses 3 macam dokumen bisa diselesaikan dalam waktu 3-4 minggu, tapi sampai minggu keenam belum juga ada kabar darinya. Sangat sulit dihubungi mulai dari telpon, sms, email, dan akhirnya sampai saya harus mengecek sendiri di kantor dinas jakarta. Sayang, jawaban yang tidak memuaskan didapat. Malah ditawari jasa oleh petugas yang menjawab telpon saya.
Dengan kondisi yang serba dateline, karena TKA itu harus segera berangkat ke singapore, persiapan tiket, hotel, pengurusan visa di kedutaan, hampir putus asa rasanya karena tidak mendapat kabar dari agen. Apakah saya harus menyusul ke jakarta atau buat perpanjangan visa selama di Semarang? Jawabannya ternyata saya mendapat telpon dai dirjen imigrasi Jakarta yang mengabarkan bahwa visa telex sudah selesai dan bisa diambil. Kami berbincang-bincang sejenak tentang keadaan antara saya dan agen itu, dan dari petugas itu dapat informasi baru bahwa saya bukanlah korban yang pertama. Perusahaan juga sudah membayar tagihan dokumen itu ke agen dan pihak dirjen imigrasi belum menerimanya. Modus seperti itu rupanya yang si agen ini kerjakan. Hanya submit dokumen dan meninggalkannya begitu saja. Mau tak mau perusahaan yang memakai jasa si agen harus turun lapangan sendiri dan membayar lagi keperluan administrasinya.
Saat itu saya hanya merasa kecewa, jengkel tetapi agen ini tidak pernah saya bisa hubungi. Bagaimana bisa dia mempermainkan dan mempertaruhkan kepercayaan pelanggannya dengan cara seperti ini? Tidak banyak uang yang dilarikannya, tetapi kepercayaan yang besar itulah yang telah dia rusak sendiri.
Berhati-hatilah bekerja sama dengan agen. Yakinkan benar bahwa agen itu bisa dipercaya. Dapatkan referensi dari perusahaan besar yang menggunakan jasa yang sama, karena ini pertanda bahwa mereka melayani dengan profesional. Hati-hati dengan agen yang sifatnya perorangan. Susah dilacak jika sudah hilang kontak.
Untuk bapak agen, saya yakin kepercayaan pelanggan yang telah bapak dapatkan selama ini tentunya tidaklah mudah. Bapak harus berjuang keras mendapatkan kepercayaan itu dan berjuang keras untuk mempertahankannya agar kami sebagai pelanggan selalu mencari bapak untuk menggunakan jasa agensi bapak. Mengapa bapak harus kehilangan kepercayaan ini? Bukankah kepercayaan itu modal utama untuk melanjutkan bisnis yang menjual jasa? ...

Thursday, April 08, 2010

Menulis di atas pasir

Re-posted dari blog lain.
Terima kasih inspirasinya dan semoga bermanfaat.

Posted by: "Mohamad Yunus" yunus@widatra.com
Wed Apr 7, 2010 9:40 pm (PDT)



Ini adalah sebuah kisah tentang dua orang suami istri yang sedang berjalan melintasi gurun pasir.

Dî tengah perjalanan, mereka bertengkar dan suaminya menghardik istrinya dengan sangat keras.....

Istri yang kena hardik, merasa sakit hati, tapi tanpa berkata-kata, dia menulis ϑî atas pasir :

HARI INI SUAMIKU MENYAKITI HATIKU

Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah oasis dimana mereka memutuskan untuk mandi.

Si Istri, mencoba berenang namun nyaris tenggelam dan berhasil diselamatkan suaminya. Ketika dia

mulai siuman dan rasa takutnya hilang dia menulis dî sebuah batu :

HARI INI SUAMIKU YG BAIK MENYELAMATKAN NYAWAKU

Suami bertanya : “kenapa setelah saya melukai hatimu, kamu menulisnya dî atas pasir dan sekarang

kamu menulis dî atas batu ?”

Istrinya sambil tersenyum menjawab :

“Ketika hal buruk tjd, kita harus menulisnya dî atas pasir agar angin maaf datang berhembus dan

menghapus tulisan itu..

Dan bila sesuatu yang luar biasa diperbuat suamiku, aku harus memahatnya dî atas batu hatiku, agar

tidak bisa hilang tertiup angin.

Dalam hidup ini sering timbul beda pendapat dan konflik karena sudut pandang yang berbeda. Terkadang

malah sangaatt menyakitkan, Oleh karenanya cobalah untuk saling memaafkan dan lupakan masalah lalu.

Yang terpenting dr pelajaran dî atas, adalah : Belajarlah untuk selalu BISA MENULIS DI ATAS PASIR

untuk semua hal yang menyakitkan dan selalu MENGUKIR DI ATAS BATU untuk semua KEBAIKAN ....

Semoga kita semua mengerti betapa berharganya sebuah " KELUARGA" :)

Apa Kata Dunia...

Duh. Gemes rasanya kalau ingat iklan ini. Iklan yang menayangkan bahwa jika hari gini ga bayar pajak, apa kata dunia... Tetapi setelah terungkap dengan kasus penggelapan uang pajak dan restitusi pajak dari salah satu seorang pegawai pajak, bukan main kecewanya. Tidak hanya kecewa, tetapi juga marah. Marah yang besar. Bagaimana bisa hal seorang pegawai pajak malah mengkorupsi pajak??? Apa kata dunia....?
Biasa? Iya, hal ini dikatakan adalah hal biasa yang dilakukan oleh oknum-oknum tak bertanggungjawab. Bahkan nilai nominalnya pun berkali lipat daripada jumlah yang terungkap. Wow...
Dari sini, dapat kita pelajari bahwa sistem pengawasan internal di kantor pajak tidak seketat pengawasannya kepada wajib pajak. Jika tidak bayar pajak, wajib pajak kena denda. Lalu bagaimana dengan petugas pajak sendiri? Wajib pulakah mereka melapor kekayaan dan "bayar pajak"? Lalu, bagaimana dengan ganjaran buat mereka yang saat ini ketahuan menggelapkan pajak? Berapa milyar uang yang mereka "ambil" dari pihak yang semestinya dapat menerima dan menggunakan uang itu demi menyambung hidup mereka?
Masih banyak yang harus kita benahi, tetapi yang paling penting adalah benahi diri, jasmani dan rohani, jiwa raga, pikiran dan perasaan. Sifat tamak, rakus, greedy telah menguasai mereka untuk memuaskan nafsu hedonis. Sekali coba, pasti ketagihan. Tetapi, hidup mereka tidak akan pernah tenteram. Batin dan jiwa mereka akan selalu mengenang dan mengenang perbuatan mereka dan selalu berpikir bagaimana caranya menyembunyikan sumber kegelisahan sepanjang hidupnya. Sungguh kejam. Tapi itu layak mereka dapatkan. Sempat terdengar selentingan orang berbicara ketika saya sedang dalam perjalanan ke Solo, bahwa kalangan rakyat biasa sibuk memikirkan bagaimana cara menyambung hidup di kemudian hari. Dan para "maling" uang rakyat sibuk sembunyi dan berdiam diri, menunggu ketakutan mereka terealisasi dengan baik. Sungguh lelah pastinya.
Dan saya pikir, mereka ada benarnya. Apa kata dunia...

Wednesday, April 07, 2010

Semua pasti ada hikmahnya

Hari ini saya melihat seorang teman di kantor yang sedang bersedih. Tampak diraut mukanya bahwa ia baru saja menangis tersedu-sedu di toilet (tentunya). Dia berusaha tegar namun saya yang merasa dekat dengannya dapat tahu apa yang sedang dia rasakan.
Dia adalah seorang istri dan punya 2 anak. Dia salah satu karyawan yang menjadi peserta "babat alas" sewaktu awal tahun berdirinya pabrik kami. Dengan dedikasinya dia berusaha total bekerja dan pernah menjadi the best chief di office kami pada waktu ajang award di kantor. Sampai akhirnya dia mendapat tawaran bekerja di tempat lain yang lebih bonafid, bergengsi dan dengan salary 2 kali lipat dari yang dia dapat saat ini. Tetapi, ketika itu dia cerita bahwa dia hanya ingin menguji kompetensi dirinya, apakah dia masih bisa "dihargai" lebih dan tidak bermaksud untuk pindah dari pabrik ini karena sudah timbul rasa "memiliki". Dan hasilnya, setelah melakukan diskusi dan pemikiran, dia tetap memilih stay di tempat dan tidak mengambil kesempatan itu
Sekitar 2 minggu kemudian, tepatnya hari ini, perasaan kecewa yang begitu besar, merasa dikhianati dan akhirnya merasa pengorbanannya sia-sia karena telah melepaskan kesempatan yang luar biasa membuat dia sedih dan menangis karena merasa "tidak dihargai". Jauh dilubuk hatinya, mungkin ada rasa penyesalan.
Kemudian, saya hanya mengatakan bahwa ini adalah ujian utuk keputusan yang telah dia ambil dulu. You decide it, you'll get a risk. Sometime its good, sometime its bad. Harapan vs realitas, tidak pernah match. Tetapi perlu diingat bahwa mereka yang mengecewakan dirinya adalah orang-orang yang tidak tahu sejarah dan seberapa besar rasa memiliki yang dia rasakan untuk perusahaan kami. Mereka tidaklah penting. Karena tidak sepaham dan sevisi dengan dirinya.
Saya hanya salut dengan teman yang satu ini, rasa memilikinya yang begitu besar dan dedikasinya selama di perusahaan, telah membuat ia memilih untuk stay di sini. Meskipun, satu dua pihak yang "tidak suka" dengannya, dia memilih tetap di tempatnya. Rasa memiliki yang tidak dipahami orang lain, tidak membuatnya gentar, meskipun hari ini ada rasa penyesalan di dalam dirinya.
Selalu ada hikmah di balik peristiwa...