Fresh graduate alias freshgrad alias fresh from the oven alias baru lulus pendidikan jenjang universitas. Istilah ini begitu "keren" sehingga melekat ke semua lulusan universitas yang baru saja diwisuda dan sedang mencari pekerjaan dengan sebutan keren lain, "job seeker".
Label freshgrad digunakan untuk membedakan para lulusan/alumnus yang belum mendapatkan pekerjaan atau belum pernah memiliki pengalaman bekerja, dengan para lulusan yang sudah memiliki pengalaman bekerja paling tidak 0-1 tahun pertama.
Pada pihak pengusaha, calon pekerja yang freshgrad identik dengan semangat idealisme yang tinggi, minim pengalaman, dapat "dibentuk" dan "dibayar" murah karena yang terpenting "bisa dapat kerja". Tidak mengherankan ketika freshgrad masuk ke perusahaan, mereka akan didoktrin sedemikian rupa sehingga dapat menjadi karyawan yang sesuai dengan visi dan misi perusahaan. Pada pihak freshgrad sendiri, memang cenderung idealisme, harus "match" antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan, mendapat gaji yang "pantas" meskipun untuk hal ini masih belum jelas. Antara realita dan harapan bagi kalangan freshgrad terkadang begitu "njegleg". Itu yang saya alami sekitar 3 tahun lalu. Saat ini, saya menghadapi bermacam-macam pertanyaan dari saudara sepupu saya yang sedang menjadi "freshgrad & jobseeker".
Bersyukur saya mendapat pekerjaan yang tidak melenceng dari jenjang pendidikan, tetapi dengan bertambahnya waktu saya mengambil kesempatan lain yang benar-benar baru dan banyak hal menarik. Istilah kerennya tambah pengalamanlah. Modal kerja dikemudian hari kan pengalaman kerja. Ada yang menarik, bahwa saat ini perusahaan cenderung memilih orang belum tentu memiliki pengalaman serupa, akan tetapi mencari orang dengan cara berpikir yang sekiranya akan sama dengan visi dan misi perusahaan. Bahkan tidak harus dengan pendidikan yang tinggi pula. Minimal Diploma dan tidak harus S1 atau S2.
Nah, kembali ke suadara sepupu saya. Dia baru saja diwisuda bulan ini dengan gelar S.Pd. bidang psikologi. Bertubi-tubi pertanyaan seputar pekerjaan dengan background psikologi. Pekerjaan yang cocok apa, harus belajar apa saja, kalo begini kalo begitu, sampai pada akhirnya dia bertanya seputar kisaran gaji intuk kalangan freshgrad. Tidak banyak tentu. Sayang, lagi-lagi harapan dan realita tidak bertemu baik. Dia sudah dipanggil beberapa kali untuk interview, mulai dari level staf rekrutmen, user 1, user 2, manager hrd dan direktur. Menurutnya perusahaan itu begitu tertarik padanya. Oke, saya setuju. Tetapi ketika dia berbicara soal gaji, saya menyadari bahwa dia masih "freshgrad", begitu tinggi mimpi idealismenya. Pada akhirnya perusahaan itu tidak memperkerjakannya dengan alasan sdang tidak butuh karyawan baru. Mustahil. Masa sudah 5 tahapan interview hasilnya demikian. Ada dua hal. Perusahaan itu tidak berniat mencari pekerja, dan kedua, sepupu saya masih "polos" dengan perlakuan seperti itu.
Dengan semangatnya yang baru, dia kembali lagi mendapat panggilan dan panggilan lainnya. Pertanyaan yang diajukan ke saya tetap sama. Berapa kisaran gaji di Jakarta untuk posisi trainer, terapis, tim konsultasi, administrasi hrd dll. Berdasarkan info dari teman, sekitar 1.5-3jt. Tetapi dengan harapan dia mematok 3.5-4jt. Semangat banget ini anak. Mungkin dia belum menyadari bahwa modal kuliah dan nol pengalaman tidak cukup meyakinkan perusahaan untuk mau membayarnya sesuai harapannya.
Freshgrad oh freshgrad...
Begitu semangatnya untuk mendapatkan pekerjaan. Begitu semangatnya untuk membuktikan dirinya mampu dan bisa dibanggakan keluarganya. Saya hanya bilang, untuk batu loncatan pertama, tidaklah kita harus idealis namun juga tidak pasrah, dalam arti yang sebenarnya asal dapat kerja. Dengan berjalannya waktu pasti dia menemukan apa yang dia cari dan bukan tidak mungkin dia berubah dengan cara berpikir dan bersikap. Menjadi lebih dewasa namun tetap semangat dan realistis (tentunya). Bukannya saya mencoba tidak mendukung semua mimpinya. Sangat mendukung. Hanya saja, be wise lah dengan realita yang ada. Dengan modal dan kemampuan yang kita miliki. Seperti orang bijak bicara, kita bisa menjadi besar jika kita melakukan pekerjaan besar atau pekerjaan kecil yang dikerjakan dengan semangat yang besar. Karena tidak mungkin pekerjaan besar dapat dilakukan dengan kesungguhan yang kecil.
Masih mencari ini blog tentang apa, sementara (atau bisa jadi selamanya), tema tulisan di blog ini "mix-theme" alias campur-campur, mulai dari opini pribadi, kritik, uneg-uneg, re-post artikel, tips, resep, macem-macemlah. Seperti isi resoles.
Sunday, March 28, 2010
Thursday, March 25, 2010
Arti sebuah kepercayaan
Hari itu merupakan hari yang bisa dikatakan buruk buat saya, karena sangat "menampar" kredibilitas dan performa kerja saya. Setelah cukup waktu merenung, apa yang tadinya saya pikir hal ini sangat memalukan diri saya, ternyata dapat menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga. Saya mengucap syukur, ternyata masih dapat berpikir jernih untuk mengambil hikmah di saat semua mempertanyakan sebesar apakah kepercayaan klien dapat saya pertahankan.
Waktu itu perusahaan mendapat audit dari klien dan menemukan hal-hal yang harus segera diperbaiki sesuai dengan standardnya. Sepatutnya perusahaan wajib segera memperbaikinya dan mem-follow up ke klien melalui email. Sesuai dengan batas waktu yang ditentukan saya mengirimkan follow up dan meminta feedback. Terdapat perwakilan klien yang masih sering berkunjung ke perusahaan untuk urusan lain hal, dan secara tak langsung memperingatkan saya soal hasil audit itu. Akan tetapi pada waktu itu saya tidak menyadari bahwa ternyata dia menjadi "mata-mata" bagi klien untuk memastikan seberapa besar kesungguhan perusahaan memperbaiki hasil temuan audit lalu. Dan, kesalahan terbesar saya adalah tidak memastikan dengan benar-benar perbaikan tersebut dan informasi ini sampai ke klien. Saya menyadari ini ketika saya memeriksa email saya, yang sangat membuat deg-deg-an karena saya yakin setelah atasan saya membaca email serupa, pasti akan langsung memanggil dan meminta penjelasan.
Tidak banyak yang atasan sampaikan. Hanya meminta saya untuk lebih bisa menjaga kepercayaan siapapun, yang telah diberikan kepada saya untuk sesuatu hal, seperti halnya beliau mempercayai saya. Apalagi itu adalah kepercayaan dari klien perusahaan. Bedanya, klien tidak bisa langsung memeriksa apa yang perusahaan kerjakan, sedangkan atasan secara langsung dapat memeriksa hasil kerja saya.
Setelah itu, saya kembali ke meja dan merenungkan, bagaimana ini bisa terjadi? Saya berpikir dan berpikir. Akhirnya, saya menyadari setelah mengingat pertemuan audit lalu, auditor klien mengatakan kepada saya untuk memperbaiki temuan audit dalam waktu 1 bulan. Waktu itu, kami (saya dan tim) menyetujui, dan ternyata kami tidak mampu. Sebenarnya bukan tidak mampu, tetapi tidak "mau", karena berpikir bahwa audit hanya diadakan 1 tahun 1 kali dan perbaikan bisa dilakuan seiring berjalan waktu. Sekali lagi saya terlena dengan situasi dan melupakan hal penting dalam prinsip kerja klien & perusahaan, yaitu percaya satu sama lain.
Jika klien tidak percaya kepada perusahaan saya, tidak akan mereka memberi order pekerjaan. Jika orang tidak percaya dengan bank, mereka akan tetap menyimpa uang dibawah bantal. Jika saya tidak percaya dengan seseorang, tidak akan saya jadikan orang itu teman. Itu logika sederhananya.
Ketika kita diberi kepercayaan, peganglah erat kepercayaan itu. Pertahankanlah dan buktikan jika kita memang layak dipercaya. Tidak mudah untuk mendapatkan sebuah kepercayaan, akan tetapi lebih sulit lagi untuk mempertahankannya.
Waktu itu perusahaan mendapat audit dari klien dan menemukan hal-hal yang harus segera diperbaiki sesuai dengan standardnya. Sepatutnya perusahaan wajib segera memperbaikinya dan mem-follow up ke klien melalui email. Sesuai dengan batas waktu yang ditentukan saya mengirimkan follow up dan meminta feedback. Terdapat perwakilan klien yang masih sering berkunjung ke perusahaan untuk urusan lain hal, dan secara tak langsung memperingatkan saya soal hasil audit itu. Akan tetapi pada waktu itu saya tidak menyadari bahwa ternyata dia menjadi "mata-mata" bagi klien untuk memastikan seberapa besar kesungguhan perusahaan memperbaiki hasil temuan audit lalu. Dan, kesalahan terbesar saya adalah tidak memastikan dengan benar-benar perbaikan tersebut dan informasi ini sampai ke klien. Saya menyadari ini ketika saya memeriksa email saya, yang sangat membuat deg-deg-an karena saya yakin setelah atasan saya membaca email serupa, pasti akan langsung memanggil dan meminta penjelasan.
Tidak banyak yang atasan sampaikan. Hanya meminta saya untuk lebih bisa menjaga kepercayaan siapapun, yang telah diberikan kepada saya untuk sesuatu hal, seperti halnya beliau mempercayai saya. Apalagi itu adalah kepercayaan dari klien perusahaan. Bedanya, klien tidak bisa langsung memeriksa apa yang perusahaan kerjakan, sedangkan atasan secara langsung dapat memeriksa hasil kerja saya.
Setelah itu, saya kembali ke meja dan merenungkan, bagaimana ini bisa terjadi? Saya berpikir dan berpikir. Akhirnya, saya menyadari setelah mengingat pertemuan audit lalu, auditor klien mengatakan kepada saya untuk memperbaiki temuan audit dalam waktu 1 bulan. Waktu itu, kami (saya dan tim) menyetujui, dan ternyata kami tidak mampu. Sebenarnya bukan tidak mampu, tetapi tidak "mau", karena berpikir bahwa audit hanya diadakan 1 tahun 1 kali dan perbaikan bisa dilakuan seiring berjalan waktu. Sekali lagi saya terlena dengan situasi dan melupakan hal penting dalam prinsip kerja klien & perusahaan, yaitu percaya satu sama lain.
Jika klien tidak percaya kepada perusahaan saya, tidak akan mereka memberi order pekerjaan. Jika orang tidak percaya dengan bank, mereka akan tetap menyimpa uang dibawah bantal. Jika saya tidak percaya dengan seseorang, tidak akan saya jadikan orang itu teman. Itu logika sederhananya.
Ketika kita diberi kepercayaan, peganglah erat kepercayaan itu. Pertahankanlah dan buktikan jika kita memang layak dipercaya. Tidak mudah untuk mendapatkan sebuah kepercayaan, akan tetapi lebih sulit lagi untuk mempertahankannya.
Tuesday, March 23, 2010
Belum ada judul
Saya tidak tahu harus memberi judul apa pada tulisan perdana kali ini. Ada banyak yang terpikir dalam benak saya, hanya ketika jari-jari ini siap menuliskannya, saya jadi seperti tersihir oleh kebingungan, apa judul tulisan ini.
Kemudian saya berpikir, judulnya bisa menyusul, yang penting saat ini saya hanya ingin mengekspresikan pikiran dan hati melalui tulisan dan semoga dapat menjadi inspirasi bagi rekan-rekan semua.
Posisi dimana saya bekerja adalah mengharuskannya saya untuk berhubungan dengan orang-orang dengan masing-masing personal dan atributnya. Membangun komunikasi yang harmonis adalah kunci dari pekerjaan ini (saya pikir begitu). Ternyata tidaklah mudah untuk berbincang-bincang dengan seseorang dengan latarbelakang yang berbeda dari kita, karena hal itu akan membentuk paradigma dan cara berpikir kita. Cara berpikir tentunya akan membuat kita mengekspresikan dan beragumentasi yang berbeda pula. Hasi akhir dari itu, kita bisa tahu bisa tidak ini orang diajak berkomunikasi?
Kemarin sore adalah salah satu momen dari bagian pekerjaan saya untuk mengetahui kejujuran seseorang. Selama kurang lebih 2 bulan saya mengenal orang ini, saya yakin dengan kejujurannya karena saya mendapatkan referensi dari seorang teman yang juga dapat saya percayai. Dia adalah seorang driver, dengan sejarah kehidupannya yang beragam dan naik turunnya kurva kualitas hidupnya, sampailah ketika dia harus memilih "asal kerja yang penting menghasilkan". Dia pernah mengkritik tentang bagaimana saya bekerja dengan orang-orang di kantor, seolah-olah dia tahu segalanya dan dengan tenang saya ucapkan terima kasih atas kritik dan sarannya. Sedikit kaget, dan shock dengan cara menyampaikannya ke saya, karena disampaikan melalui sms, tidak secara langsung. Dia merasa saya memata-matai dia dan tidak percaya padanya dan tidak suka jika dirinya dicurigai. Saya akui bahwa saya harus memeriksa pekerjaan melalui apa yang saya lihat dan apa yang saya dengar dari pihak lain, di sana dia merasa saya tidak percaya padanya. Tetapi setelah menjelaskan bahwa itu adalah salah satu tugas yang harus saya jalani akhirnya dia dapat mengerti. Meskipun saya tidak yakin, saat itu dia mengerti atau tidak. Dengan usianya yang hampir seusia ayah saya, rasa sungkanlah yang menyelesaikan perbincangan kami waktu itu.
Kemudia, ketika atasan saya menagih kuitansi untuk pembelian bensin mobilnya melalui saya, saya mendapatkan kuitansi dari driver itu dalam keadaan lecek, terlipat, dan dia berasalasan kehujanan dan basah dikantong. Insting saya mengatakan ada yang tidak beres dengan kuitansi ini lalu saya cek ke pom bensin sesuai dengan informasi yang tertera. Dengan mudahnya saya meminta konfirmasi melalui waktu dan nomor transaksi dan saya terkejut ketika ternyata nominal yang disampaikan petugas pom bensin berbeda dengan yang seharusnya, hanya 60% dari total bensin yang seharusnya dibeli. Lebih terkejut lagi pihak pom bensin itu menanyakan maksud dan tujuan saya, mungkin mereka berpikir bahwa saya berlebihan dalam memeriksa kejujuran seseorang. Tapi ini perlu!
Hal ini semacam ini bukan yang pertama, dan efeknya selalu berakhir tidak menyenangkan, pemutusan hubungan kerja, mengundurkan diri seketika, meminta sisa gaji seketika.
Atasan saya yang berasal dari luar, merasakan ketidaknyamanannya dan menurutnya, tidak habis pikir bisa-bisanya dirver tidak jujur dan mengambil uang yang bukan miliknya. Dan dia tidak habis pikir lagi ketika drivernya tidak mengakui kesalahan yang sudah ketangkap basah. Jika kau memang tidak jujur, akuilah itu dan tunjukkan penyesalanmu dengan tanggung jawab. Tetapi kami berhadapan dengan orang yang tidak sama cara berpikirnya dengan kami. Secara tidak langsung driver itu bicara bahwa ini hal biasa dan masalah kecil, biasa terjadi di sini (Indonesia, red).
Saya yang terlibat diantara 2 orang yang berbeda cara berpikirnya, hanya bisa mendengar dan melihat perbincangan tak berujung. Akhirnya masalah itu selesai meski sangat alot.
Setelah itu, saya merasa sedih dan malu dengan atasan, karena secara tidak langsung kejadian tadi menunjukkan mental dan paradigma orang-orang kita di mata mereka sebagai pendatang. Wow, perbedaan latar belakang, keluarga, pendidikan, sangat besar pengaruhnya bagi cara berpikir (mindset). Orang dapat melakukan apa saja demi uang, dan uang dapat membuat orang jadi "buta" dan menyingkirkan jauh nilai sebuah kejujuran.
Ada sebuah pertanyaan dari atasan saya itu, bagaimana bisa mereka seperti itu? Tidak jujur dengan cara yang mudah sekali diketahui, semacam kadal membodohi buaya. Mencoba pintar dengan cara yang bodoh. Saya tidak bisa menjawab. Atasan saya bicara, mereka terlahir dengan situasi yang sedemikian rupa sehingga mereka menjadi tumbuh seperti itu. Kita tidak bisa memilih dimana kita harus dilahirkan. Itulah realitanya. Sungguh beruntung untuk kalian yang dapat menikmati keluarga yang baik, pendidikan yang baik dan teman yang baik.
Kemudian saya berpikir, judulnya bisa menyusul, yang penting saat ini saya hanya ingin mengekspresikan pikiran dan hati melalui tulisan dan semoga dapat menjadi inspirasi bagi rekan-rekan semua.
Posisi dimana saya bekerja adalah mengharuskannya saya untuk berhubungan dengan orang-orang dengan masing-masing personal dan atributnya. Membangun komunikasi yang harmonis adalah kunci dari pekerjaan ini (saya pikir begitu). Ternyata tidaklah mudah untuk berbincang-bincang dengan seseorang dengan latarbelakang yang berbeda dari kita, karena hal itu akan membentuk paradigma dan cara berpikir kita. Cara berpikir tentunya akan membuat kita mengekspresikan dan beragumentasi yang berbeda pula. Hasi akhir dari itu, kita bisa tahu bisa tidak ini orang diajak berkomunikasi?
Kemarin sore adalah salah satu momen dari bagian pekerjaan saya untuk mengetahui kejujuran seseorang. Selama kurang lebih 2 bulan saya mengenal orang ini, saya yakin dengan kejujurannya karena saya mendapatkan referensi dari seorang teman yang juga dapat saya percayai. Dia adalah seorang driver, dengan sejarah kehidupannya yang beragam dan naik turunnya kurva kualitas hidupnya, sampailah ketika dia harus memilih "asal kerja yang penting menghasilkan". Dia pernah mengkritik tentang bagaimana saya bekerja dengan orang-orang di kantor, seolah-olah dia tahu segalanya dan dengan tenang saya ucapkan terima kasih atas kritik dan sarannya. Sedikit kaget, dan shock dengan cara menyampaikannya ke saya, karena disampaikan melalui sms, tidak secara langsung. Dia merasa saya memata-matai dia dan tidak percaya padanya dan tidak suka jika dirinya dicurigai. Saya akui bahwa saya harus memeriksa pekerjaan melalui apa yang saya lihat dan apa yang saya dengar dari pihak lain, di sana dia merasa saya tidak percaya padanya. Tetapi setelah menjelaskan bahwa itu adalah salah satu tugas yang harus saya jalani akhirnya dia dapat mengerti. Meskipun saya tidak yakin, saat itu dia mengerti atau tidak. Dengan usianya yang hampir seusia ayah saya, rasa sungkanlah yang menyelesaikan perbincangan kami waktu itu.
Kemudia, ketika atasan saya menagih kuitansi untuk pembelian bensin mobilnya melalui saya, saya mendapatkan kuitansi dari driver itu dalam keadaan lecek, terlipat, dan dia berasalasan kehujanan dan basah dikantong. Insting saya mengatakan ada yang tidak beres dengan kuitansi ini lalu saya cek ke pom bensin sesuai dengan informasi yang tertera. Dengan mudahnya saya meminta konfirmasi melalui waktu dan nomor transaksi dan saya terkejut ketika ternyata nominal yang disampaikan petugas pom bensin berbeda dengan yang seharusnya, hanya 60% dari total bensin yang seharusnya dibeli. Lebih terkejut lagi pihak pom bensin itu menanyakan maksud dan tujuan saya, mungkin mereka berpikir bahwa saya berlebihan dalam memeriksa kejujuran seseorang. Tapi ini perlu!
Hal ini semacam ini bukan yang pertama, dan efeknya selalu berakhir tidak menyenangkan, pemutusan hubungan kerja, mengundurkan diri seketika, meminta sisa gaji seketika.
Atasan saya yang berasal dari luar, merasakan ketidaknyamanannya dan menurutnya, tidak habis pikir bisa-bisanya dirver tidak jujur dan mengambil uang yang bukan miliknya. Dan dia tidak habis pikir lagi ketika drivernya tidak mengakui kesalahan yang sudah ketangkap basah. Jika kau memang tidak jujur, akuilah itu dan tunjukkan penyesalanmu dengan tanggung jawab. Tetapi kami berhadapan dengan orang yang tidak sama cara berpikirnya dengan kami. Secara tidak langsung driver itu bicara bahwa ini hal biasa dan masalah kecil, biasa terjadi di sini (Indonesia, red).
Saya yang terlibat diantara 2 orang yang berbeda cara berpikirnya, hanya bisa mendengar dan melihat perbincangan tak berujung. Akhirnya masalah itu selesai meski sangat alot.
Setelah itu, saya merasa sedih dan malu dengan atasan, karena secara tidak langsung kejadian tadi menunjukkan mental dan paradigma orang-orang kita di mata mereka sebagai pendatang. Wow, perbedaan latar belakang, keluarga, pendidikan, sangat besar pengaruhnya bagi cara berpikir (mindset). Orang dapat melakukan apa saja demi uang, dan uang dapat membuat orang jadi "buta" dan menyingkirkan jauh nilai sebuah kejujuran.
Ada sebuah pertanyaan dari atasan saya itu, bagaimana bisa mereka seperti itu? Tidak jujur dengan cara yang mudah sekali diketahui, semacam kadal membodohi buaya. Mencoba pintar dengan cara yang bodoh. Saya tidak bisa menjawab. Atasan saya bicara, mereka terlahir dengan situasi yang sedemikian rupa sehingga mereka menjadi tumbuh seperti itu. Kita tidak bisa memilih dimana kita harus dilahirkan. Itulah realitanya. Sungguh beruntung untuk kalian yang dapat menikmati keluarga yang baik, pendidikan yang baik dan teman yang baik.
Monday, March 22, 2010
Menulis...
Menulis itu gampang-gampang susah. Jika kita mengingat pelajaran bahasa Indonesia sejak SD sampai SMA, menulis identik dengan menggunakan kata-kata yang baku dan sesuai ejaan yang disempurnakan. Menulis dapat menjadi sarana berbagi ilmu, pengetahuan dan pengalaman. Menulis dapat pula menjadi ajang ekspresi. Ekspresi bagi jiwa individu tentang keadaan perasaanya, apa yang dialaminya, bagaimana opini mereka atas sesuatu hal dan berbagi informasi.
Sebagai salah seorang dengan hobi membaca, saya pikir kurang afdhol jika saya hanya membaca tulisan dari orang lain. Saya ingin tulisan saya juga bisa dibaca semua orang.
Nah melalui blog ini, saya ingin belajar menulis lebih banyak lagi dan sedikit demi sedikit saya akan membagi ekspresi hati dan pikiran saya kepada semua khalayak umum melalui tulisan saya. Dukung saya ya...
Sebagai salah seorang dengan hobi membaca, saya pikir kurang afdhol jika saya hanya membaca tulisan dari orang lain. Saya ingin tulisan saya juga bisa dibaca semua orang.
Nah melalui blog ini, saya ingin belajar menulis lebih banyak lagi dan sedikit demi sedikit saya akan membagi ekspresi hati dan pikiran saya kepada semua khalayak umum melalui tulisan saya. Dukung saya ya...
Subscribe to:
Comments (Atom)